Jumat, 29 Mei 2009

Bukan Blog Biasa

DA’WAH BIL-QALAM (II)

Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah Al-Qalam, lalu Dia berkata padanya, “Tulislah”. Al-Qalam bertanya “Apa yang harus kutulis?” Ia berfirman; “Tulislah apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, sampai hari kiamat, baik perbuatan, pemberian, maupun peninggalan.” Lalu qalam menulis apa yang dititahkan Tuhannya. Itulah kurang lebih maksud Allah dalam ayat: Nun, perhatikan qalam dan apa yang dituliskannya. Begitulah sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

Al-Saubuniy berkata: perhatikan keajaiban qalam dari segala sesuatu yang ditulisnya. Dalam hadits qudsi tersebut, Allah bersumpah dengan qalam dan kitab yang ditulis dengan maksud membuka pintu pengajaran keduanya. Betapa qalam telah menjadi sebuah anugerah besar dariNya, agar orang dapat menuliskan buah pikiran, keinginan dan perasaan. Dengan kehadiran qalam, Ilmu pengetahuan tiada tersisa tercatat, berbagai karya ilmiah terabadikan berkat percikan tinta (goresan pena).

Dengan mengesampingkan ulasan filosofis yang berbelit-belit, barangkali tidaklah keliru bila dikatakan bahwa para “penulis” atau “jurnalis” adalah Al- qalam. Sebab sepanjang sejarahnya, ia bertugas merekam apa yang sudah terjadi dan memprediksi apa yang bakal terjadi. Jurnalis merupakan pemahat-pemahat yang mengabadikan peristiwa dan pandangan (news and views) dalam batu sejarah umat manusia. Mereka memenuhi panggilan fitrah kemanusiaan yang ditunjang semangat dan kerja keras, karena itulah jiwanya meras terpanggil member tuntunan, bimbingan dan pencerahan kepada umat.

Pahala yang besar adalah—Jariyah dari tulisan mereka, apalagi dibaca oleh lintas generasi. Sudah seharusnya diantara umat Islam harus ada yang tampil menginvestasikan kemampuannya dalam mengolah gerit pena dan juga kritis terhadap informasi yang diterima. Karena salah satu tantangan yang dihadapi umat Islam masa kini adalah menumbuh kembangkan jurnalistik islami, atau menjadikan pers islami sebagai Ideologi para jurnalis Muslim demi membela kepentingan Islam dan umatnya, juga dalam rangka mensosialisasikan nilai-nilai Islam sekaligus meng counter serta mem-filter derasnya arus informasi jahili dari Barat.

Kini seiring dengan meledaknya informasi komunikasi dan tekhnologi (Information Communication Technology-ICT) yang sudah dimaklumi semua pihak, dimana menurut data sepuluh tahun terakhir, dalam satu tahun terbit lebih dari dua juta artikel yang ditulis oleh kurang lebih tujuh puluh lima ribu penulis dalam lima puluhan bahasa. Diduga dalam tahun ini lahir empat sampai enam juta karya dari berbagai corak disiplin ilmu. Gejala ini perlu disikapi terutama oleh mereka yang sedang mengembangkan diri dengan menimba ilmu pengetahuan melalui berbagai cara, antara lain “membaca”.

Ayat-ayat Iqra’ , sebagai wahyu pertama yang revolusioner, berisi perintah baca-tulis kepada manusia yang saat itu sebagiannya justru “anti-huruf”, itulah yang kemudian menjadi ruh kebangkitan Islam. Gagasan untuk menggoreskan pena seakan tiada habisnya, bagai ujung yang tak tergapai (Ghayatun la tudrak) , terus menerus membuka kemungkinan baru untuk berekspresi. Obyek bacaan dalam konteks ini secara umum diartikan sebagi alam raya (Kauniyah) dan teks (Qauliyah).

Perintah Allah untuk membaca teks dan ala mini seakan menunjukkan bahwa R&D (Research and development) itu penting. Riset, analisis, refleksi, dan temuan (finding) merupakan serangkaian proses pencarian, penemuan, penbembangan ilmu pengetahuan, yang pada gilirannya mewujudkan peran manusia sebagai khalifah diatas bumi. Ayat pertama dalam wahyu yang diturunkan Allah itu, dimulai dengan perintah untuk membaca, lalu disusul dengan pernyataan bahwa manusia dapat mempelajari ilmu-ilmu Allah yang belum diketahuinya melalui torehan qalam. Urgensi qalam ada pada fungsinya sebagai media. Sedangkan media hanyalah menghantar ilmu.

Ilmu tak bisa tertangkap tanpa melalui proses pembacaan dan pemaknaan oleh manusia. Tetapi goresan qalam (tekstualitas) juga lebih solid sebagai penghantar ilmu ketimbang sekadar untaian kalam (oralitas). Bila produk qalam yang tanpa intonasi itu terbaca ia cenderung melahirkan kreativitas dan kultur baru (cree la curture), sedang kalam yang disertai penekanan dan aksentuasi cenderung hanya mewariskan kultur (heriter la culture) apa adanya. Karenanya, referensi teks lebih reliable (terpercaya) ketimbang referensi oral.

Kelengketan Al-Quran dengan jurnalistik Islam yang membiaskan pengaruh sangat luas dan dalam itu, eksis dalam hubungan keduanya, seperti saudara kembar, atau bagai pinang dibelah dua. Al-Quran adalah “firman Allah” sementara jurnalistik adalah “tangan manusia,” telah menunjukkan kelengkapannya. Jika kita pertegas lagi, Al-Quran wahyu yang datang dari Allah “pencipta segala sesuatu” sementara tulisan manusia berperan “mengekspresikan sesuatu.”

Dengan demikian jelas dapat dikatakan bahwa Al-Quran selalu mengiringi perjalanan jurnalistik Islam, dan jurnalistik Islam mengiringi perjalanan Al-Quran. Tidak berlebihan jika jurnalistik Islam kerap diidentikkan dengan “da’wah bilqalam-nya Islam, membuktikan makna dan pengaruhnya yang luhur, memiliki kedudukan terhormat dalam kesatuan ruang dan waktu bagi pejalanan da’wah Islam. Beberapa abad yang silam tulisan produk jurnalistik Islam memainkan peran dominan dalam mengisi hiruk-pikuk kebangkitan Islam secara menyeluruh.

Nabi Sulaiman a.s. yang diungkap Al-Quran (QS. An-Naml) pernah berda’wah lewat tulisan kepada penguasa Saba’ (Ratu Balqis). Begitu pula Rasulullah Muhammad SAW. Sering menyampaikan da’wahnya melalui tulisan seperti yang ditujukan kepada Kaisar Romawi Timur, Hiracles, Raja Parsi, Abrawaiz, Raja Habsyi, Raja Mesir Muqawqis, dan lain-lain, hingga suratnya mencapai 105 buah.

Sejalan dengan lajunya perkembangan zaman pula, gerakan da’wah telah mampu memanfaatkan hasil sains, tekhnologi, dan informasi modern untuk mencapai tujuan da’wah. Seperti kitab, buku-buku Islam, buletin, majalah, surat kabar, tabloid, brosur, internet dan seterusnya. Kiranya hal ini yang juga telah memotivasi saya untuk mencoba memanfaatkan kecanggihan tekhnologi dengan melakukan “Da’wah bil-Blog” (berda’wah dengan cara menulis hal-hal yang saya harap bisa bermanfaat melalui dunia maya dalam Personal Blog saya ini, yang Insya Allah menjadi “BBB” (Bukan Blog Biasa).

Tulisan ini saya maksudkan untuk mengungkap pentingnya da’wah dengan tulisan sebagai langkah menuju kejayaan seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman a.s. dan Nabi Muhammad SAW.

1 komentar:

Anonim,  16 November 2010 pukul 13.53  

FemobessPoorb
[url=http://healthplusrx.com/epilepsy]epilepsy[/url]
Feanteevy